Rabu, 06 Maret 2013

Operasi Pengangkatan Kuku

Luka ini sudah tidak bisa dianggap remeh. Luka yang semula kukira akan sembuh dengan sendirinya, kini malah membengkak, panas, berdenyut dan bernanah - seolah ia menjerit dan meronta supaya kotoran yang ada di dalamnya segera dikeluarkan. Kemudian aku pergi ke rumah sakit terdekat dan bertanya kepada petugas piket tentang apa yang harus kulakukan dengan jari kakiku. Di samping petugas piket duduklah seorang dokter wanita -yang terlalu cantik untuk menjadi dokter- sedikit terkejut melihat kondisi kakiku -namun masih tetap tenang karena itulah pembawaan seorang dokter. "Kejadian seperti ini seringkali ditemukan pada pemain bola, dimana kukunya rusak karena cara menendang yang salah." komentarnya dengan sedikit bercanda. Aku nyengir saja menanggapinya.

Seorang perawat pria dengan stelan merah marun berjalan membimbingku ke sebuah ruangan. Dengan gaya berjalan baruku yang terpincang-pincang seperti sedang acting, aku mengikuti perawat muda itu. Setelah aku masuk ia memintaku untuk berbaring di ranjang pasien, perawat ini sepertinya tidak suka menunda-nunda, jadi aku pun naik ke ranjang yang lumayan tinggi -meskipun sedikit susah tapi percayalah, selalu ada cara untuk melakukan sesuatu. Saat aku berusaha untuk naik, si perawat pergi sebentar. Karena sedikit canggung aku hanya duduk di ranjang itu, bukan berbaring seperti yang diminta si perawat. Selama perawat itu pergi, aku mengamati benda-benda di sekitar, sampai aku tahu kalau ruangan ini ternyata ruang operasi!

Tidak sampai lima menit, perawat itu datang kembali dengan membawa alat tulis. Sambil mengamati luka pada jari kelingking dan jari manis di kaki kiriku, ia mengajukkan beberapa pertanyaan membosankan seputar identitas, yang spesifiknya begini:

"Kejadiannya kapan?"
"Kemarin malam sekitar jam setengah 10."

Dua orang perawat pria dengan stelan putih datang membawa perlatan medis. Sementara mereka berdua sibuk mengatur perkakas, si stelan merah melanjutkan pertanyaannya.

"Kejadiannya gimana?"
"Jatuh dari motor. Pas nyampe rumah langsung dicuci pake air hangat, dikasih betadin juga."
"Betadinnya ditetesin ke luka atau diminum?" tanya salah seorang perawat berbaju putih yang tiba-tiba mengetuk jari-jari kakiku dan aku sedikit terperanjat karenanya. 
"Aw! Ya, ditetesin, dong."

Setelah itu si stelan merah pergi lagi, sepertinya dia pergi untuk menyimpan laporannya.

"Jatuhnya di tanah ya? Atau di aspal?" tanya perawat berbaju putih satunya lagi yang tampak lebih muda.
"Eung.. Di tanah. Ya, di tanah!" jawabku sekenanya.
"Kalau di aspal takutnya rawan tetanus,"
Aku cuma oh-oh-oh saja mendengarnya, aku cukup penakut untuk mengira-mengira apa akibat dari lukaku. Untungnya aku masih menganut quote "The problem is the problem. The problem is your attitude about your problem." jadi aku tidak perlu paranoid meskipun aku harus. Hehe.

Si stelan merah itu datang tanpa membawa apa-apa dan langsung memakai sarung tangan karetnya dari meja perkakas. Dia menyuruhku berbaring lagi, aku pun terpaksa berbaring menyerahkan luka di kakiku menjadi urusannya. 

"Tahan, ya." sedetik kemudian dia langsung menekan lukaku, kurasa itulah caranya menghentikan pendarahan -dengan menekan sekuat mungkin tepat di atas luka. Tentu saja aku menjerit kesakitan, dan menjerit menjadi cara alami untuk mengalihkan perhatian dari rasa sakit. Aku heran kenapa dia tidak membiusku terlebih dulu, karena aku menjerit terlalu banyak dan itu memalukan, membuatku terlihat lemah meskipun iya. Mereka bertiga sedang membersihkan lukaku dan sentuhan sedikit saja membuatku menjerit kesakitan, tapi percuma saja tidak ada yang peduli dengan jeritanku. Setelah memastikan kotoran sudah dikeluarkan semua, mereka membereskan peralatan. 

Aku bangun dan memandangi kedua jari kakiku yang terluka. Dalam keadaan sangat bersih, aku bisa melihat dengan jelas kondisi yang lebih parah dari perkiraanku sebelumnya. Aku masih ingat saat mencucinya sendiri di rumah, aku sendiri yang mencabut kuku di jari kelingking karena sudah tidak ada harapan lagi untuk tumbuh. Dan jari manisnya yang kukira sudah kehilangan kuku saat kecelakaan itu, ternyata masih terdapat pecahan kuku yang tak beraturan di pangkalnya. "Ini harus dicabut semua. Kalau dipertahankan nantinya bakal tumbuh jelek deh, yakin," kata si stelan merah dengan mimik prihatin. "Nanti bisa-bisa kekeongeun, teh," kata si perawat berbaju putih yang lebih muda. Aku sudah sedih karena kehilangan satu kuku, dan sekarang aku akan kehilangan satu lagi. "Kalo dicabut sakit, gak?"

Perawat berbaju putih yang lebih tua menyiapkan jarum suntik sambil menjawab, "Lebih baik sakit sekali daripada sakit selamanya, mulai.." tanpa menunggu persetujuan dariku dia langsung menyuntikan bius ke pangkal jari manis di kaki kiriku. Rasanya sangat menyengat ketika jarum suntik menusuk kulit tipis kakiku yang kurus. Si stelan merah mengetuk jari manisku dan aku pun masih menjerit, tanpa berpikir dia memberikan suntikan lagi di titik lain. Mereka menyuntik kaki kiriku di tiga titik, aku bisa merasakannya. Dalam keadaan berbaring aku hanya bisa menutup mata dan mengira-ngira apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Kini kaki kiriku sudah dibius dan tidak bisa digerakkan, namun aku masih bisa merasakan sakit saat mereka bertiga sibuk mengangkat kuku dari jari manisku. Aku menghabiskan banyak energi dengan meronta-ronta dan  menjerit, namun mereka mengobrol untuk berusaha menghilangkan panik. Mereka sedikit bercanda dengan mengatakan infeksi sudah menyebar dan berencana mengamputasi jari kakiku, ah yang benar saja.. Aku masih menjerit padahal operasi sudah selesai.

Melihat dua perawat berbaju putih itu melepaskan sarung tangan karet mereka, aku tau sudah tidak ada lagi yang perlu ditangisi. Perawat dengan stelan merah marun memasang perban di kedua jari kakiku. Aku bangun dan mengeluarkan cermin dari tas, OMG! Eyeliner-ku luntur..

"Mbak, semua kuku di kaki jangan dibiarkan panjang, ya. Soalnya rawan kecelakaan," kata si perawat selesai memasang perban. "Gak bakalan ngurangin cantik, kok." tutupnya sambil berlalu membawa keluar peralatan medis. 

Oh, yeah.. Dan aku harus membeli eyeliner yang waterproof!

Setelah pacarku menyelasaikan administrasi dan membawa obat resep dokter, aku pun pulang ke rumah untuk menebus tidur nyenyak yang kemarin malam terenggut.

Posted By: Unknown

Operasi Pengangkatan Kuku

Share:

Post a Comment

Facebook
Blogger

5 komentar :

  1. ternyata kuku juga kalo terus di biarkan panjang akan menyebabkan luka juga , tapi kebanyak cewe suka manjangin kukunya supaya terlihat seperti peminim ,, hmm ya mungkin itu hanya sebagian presefsi cewe saja miss

    BalasHapus
    Balasan
    1. selama kita bukan pemain basket kayaknya sah-sah aja tuh manjangin kuku di tangan, kebanyakan cwe emang suka pakai kuteks dan nail art. ini masalahnya kuku di kaki, bilamana kecelakaan, malah memperparah luka.. haduuhh >_<

      Hapus
  2. wah emang serem ya kalau kaki sampe kukunya patah, aku juga dulu pernah, kepentok sepeda yang buat olahraga itu (?) sampe jari langsung lepas rasanya ngilu banget, buruknya kukunya gak penuh semua patah jadi masih dikit nyangkut jadi perih banget -_-. setelah diangkat gabakal sakit lagi kok ^^... yang pengting gak kena air / kotoran gabakal masalah lagi kok :D.

    btw kok postingan ini bikin ngakak ya XD bagian yang

    " Oh, yeah.. Dan aku harus membeli eyeliner yang waterproof! "
    AHAHAHAHAHAHHAHAHAHAH *guling guling*

    jsyfl1113.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. kira-kira pulihnya berapa lama ya bro? ini luka ku masih diperban, tiap mau ke wc dikeresek biar ga kena air hahahah :D

      soalnya habis nangis bombay jadi eyeliner luntur deh T_T

      Hapus
    2. Kalau aku sih ga lama kak , paling lama juga 1 bulan, waktu waktu yang penting itu pas lukanya itu masih basah, itu harus di protect banget, kalau udah agak kering (bisa dipegang) itu udh aman (menurutku)aku sih sembuhnya 1 mingguan doang ^^

      Hapus

Dilarang berkomentar di blog ini kecuali Anda blogger yang nyantai kayak di pantai :-*

Follow Us

Teman

Khasiat Daun Sirsak

© Old Sunday All rights reserved | Theme Designed by Seo Blogger Templates